Sabtu, 21 April 2012

makalah Asuhan Kebidanan Pada Bayi dan Balita tentang MILIARIASIS


TUGAS  ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS                              Dosen Pembimbing 
                                                          DWI SAPTA. A,SST

“ MILIARIASIS “

Di susun Oleh :






Kelas Jean Ball
D III Kebidanan



Stikes Payung Negeri Pekanbaru
TA. 2011
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan nikmat-Nya, sehingga saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah mata kuliah“Asuhan Kebidanan Pada Bayi dan Balita” tentang MILIARIASIS.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang dengan tulus membantu dalam proses pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir. Atas dasar alasan tersebut saya mengucapkan terima kasih kepada:
Dosen Mata Kuliah bapak Dwi Sapta Arianti, SST,SKM yang telah membina saya dalam mengajarkan mata kuliah.
Besar harapan saya supaya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Sebagai ungkapan terimakasih, penulis hanya mampu berdoa semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis diterima disisi-Nya serta mendapat imbalan yang berlipat ganda. Amin.
Namun  apabila terdapat kesalahan, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari guna mencapai penyempurnaan laporan penulis kedepan. Wabillaahi taufik wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb                                     

Pekanbaru, November 2011





DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1          Latar Belakang                                                                          1

1.2         Tujuan                                                                                      1

BAB II PEMBAHASAN
2.1     Pengertian                                                                                1- 2
2.2     Etiologi                                                                                     2- 3
2.3     Phatofsiologi                                                                             3
2.4     Diagnosa Miliaris                                                                      3
2.5     Klasifikasi & Gejala Miliaris                                                       3-5
2.6     Penatalaksanaan                                                                        5

BAB III PENUTUP
3.1     Kesimpulan                                                                                6
3.2     Saran                                                                                       6

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang :
Biang keringat kerap kita temui pada bayi dan anak kecil, karena kulit mereka cenderung lebih sensitif daripada orang dewasa. Bahkan 70 persen dari tubuh bayi mengandung air, itulah mengapa bayi mudah sekali mengeluarkan keringat bila dibandingkan dengan orang dewasa. Masalah kembali bertambah saat anak Anda rewel karena rasa gatalnya yang terus mengganggu. Jangan panik, sebelum tergesa-gesa memberi anak Anda bermacam-macam obat, kenali dulu tanda-tanda dan deskripsi dari biang keringat itu sendiri, jangan sampai nantinya Anda salah mendeskripsikan keadaan anak Anda dan memberinya obat yang salah.
Biang keringat atau biasa disebut dalam istilah medis dengan miliaria adalah penyakit kulit yang ditandai dengan kemerahan, muncul papul (bintil-bintil), dan gatal. Penyebabnya bisa terjadi pada cuaca yang lembab, panas, karena peredaman yang terus- menerus pada kulit oleh keringat sehingga lemak kulit terbuang. Biang keringat biasanya muncul pada anak-anak yang bertempat tinggal di daerah yang lembab dan sangat pamnas. Gatalnya yang hebat menyebabkan gangguan tidur,men gurangi nafsu makan, dan gangguan umum infeksi sekunder.
1.2      Tujuan :
1.     Agar kita mengetahui apa miliariasis ?
2.    Agar kita mengerti bagaimana penanganan



BAB II
PEMBAHASAN
2.1      Pengertian :
Ada lima definisi dari miliariasis yaitu : Pendapat pertama Miliariasis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tertutupnya saluran kelenjar keringat.(Hassan, 1984).
 Pendapat kedua, Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel milier. (Adhi Djuanda, 1987).
Sedangkan yang ketiga, Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Pendapat keemapat, mengatakan bahwa miliariasis adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988).
Pada pendapat kelima yaitu Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher, bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan ini biasanya di dahului oleh produksi keringat yang berlebihan, dapat diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan dan disertai banyak gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000).
Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau pickle heat . ( Adhi Djuanda, 1987)

2.2      ETIOLOGI :
Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab.
Sering terjadi pada cuaca yang panas dan kelembaban yang tinggi. Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang menyebabkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang menembus ke jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan anatomis pada kulit berupa papul atau vesikel.



2.3      PATOFSIOLOGI :

          Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum.
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya.


2.4. DIAGNOSA:

Adanya papul dan vesikel miliar terutama didaerah yang banyak kelenjar ekrin, dengan atau tanpa eritem, kadang-kadang ada pustel miliar tidak pada folikel rambut.


2.5      KLASIFIKASI MILIARIS :

Tergantung dari letak kelainan, maka terdapat beberapa bentuk miliaria, diantaranya yaitu:


1.     Miliaria kristalina :
Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm  berisi cairan jernih tanpa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi keluhan subjektif dan sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal. Pengobatan tidak diperlukan, cukup dengan menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis dan menyerap keringat.

2.   Miliaria rubra :

Penyakit ini lebih berat daripada miliariasis kristalina. Terdapat pada badan dan tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Milliaria jenis ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik. Kelainan bentuknya dapat berupa gelembung merah kecil, 1-2 mm, dapat tersebar dan dapat berkelompok.
Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan keringat di epidermis. Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat. Staphylococcus juga diduga memiliki peranan. Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis.
Daerah predileksi sama seperti pada miliaria kristalina. Lesinya berupa papulo vesikula eritematosa yang sangat gatal dan diskrit, kemudian konfluens dengan dasar merah, sering terjadi maserasi karena terhalangnya penguapan kelembaban. Keringat keluar ke stratum spinosum. Bisa terjadi infeksi sekunder dengan impetigo dan furunkulosis, terutama pada anak-anak. Terutama timbul pada bagian tubuh yang tertutup pakaian seperti punggung dan dada.



3.  Miliaria profunda :

Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema.
Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol.
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita milliaria rubra yang hebat.
4.   Miliaria pustulosa :

Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut.


2.6      PENATALAKSANAAN :

Asuhan yang diberikan pada neonatus, bayi, dan balita dengan miliariassais bergantung pada beratnya penyakit dan keluhab yang dialami. Asuhan yang umum diberikan adalah :
1.             Prinsip asuhan adalah mengurangai penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang sudah timbul
2.            Jaga kebersihan tubuh bayi
3.            Upayakan untuk menciptakan lingkungan dengan kelembapan yang cukup serta suhu yang sejuk dan kering, misalnya pasien tinggal di ruangan ber AC, atau didaerah yang sejuk dan kering
4.            Gunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak terlalu sempit
5.            Segera ganti pakaian yang basah dan kotor
6.            Pada miliria rubra dapat diberikan bedak salicil 2 % dengan menambahkan mentol 0,5 %- 2 % yang besifat mendinginkan ruam.





















BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan :
         
Miliariasis disebut juga sudamina/ liken tropikus/ biang keringat atau keringat buntat adalah dermatosis yang di sebabkan oleh retensi keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat.

3.2   Saran :

          Agar kita sebagai bidan dapat memberikan prinsip asuhan yang bertujuan salah satunya mengurangi penyumbatan kerinagat dan menghilangkan sumbatan yang sudah timbul dengan menjaga kebersihan tubuh bayi.
























         


DAFTAR PUSTAKA


1.     Lia, Dewi, Vivian Nanny. ASUAHAN NEONATUS BAYI DAN ANAK BALITA . Saleemba Medika . Jakarta . 2010

2.    B. Merenstien, Gerald . BUKU PEGANGAN PEDIATRI EDISI 17 . Widya Medika , 1995

3.    Staff pengajar Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia. ILMU KESEHATAN ANAK 1  .bagian Ika UI . Jakarta 1985

4.    Jelliffe, D.B .KESEHATAN ANAK DI DAERAH TROFIS . Bumi Aksara . Jakarta 1982