Sabtu, 12 Mei 2012

Kau Ini Ada-Ada Saja…






Kau ini ada-ada saja…
Harta dan tahta kau anggap segalanya
Tanpa berfikir suatu saat ia akan tiada
Mudahnya hatimu terpaut keindahannya
Melupakan istri, anak, saudara karenanya
Kau ini ada-ada saja…
Setiap kali datang seruanNya tak kau hiraukan
Siang malam bekerja tak kenal aturan Tuhan
Ketika datang berbagai macam cobaan dan ujian
Kau memohon kepadaNya pertolongan dan perlindungan
Kau ini ada-ada saja…
Kalau berteman inginnya disapa dan dipuja
Kalau berkata inginnya didengar dan diterima
Sementara kau acuh dan tak peduli antar sesama
Menganggap remeh dan rendah perkataan mereka
Kau ini ada-ada saja…
Tak henti-hentinya membicarakan aib orang  lain
Mencari kesalahan dan kekurangan orang lain
Sedang kau lupa akan kejelekan akhlak dan budimu
Mengerjakan hal yang keliru tapi kau tak mau tau
Kau ini ada-ada saja…
Bagaimana orang lain akan menyanjungmu
Bagaimana orang lain akan menghormatimu
Sementara hatimu keras dan beku laksana batu
Tak kenal sopan santun dan tak tau malu
Kau ini ada-ada saja…
Ketika azab dan siksa kubur menghampirimu
Di saat hewan-hewan datang memakan tubuhmu
Kau menangis penuh  iba meminta belas kasihNya
Agar Tuhan berkehendak mengembalikan ke dunia
Kau ini ada-ada saja…
Sudah tau di dalam kubur tidak ada siapa-siapa
Kecuali amal perbuatan yang menemaninya
Kau malah minta sepotong roti dan mentega
Untuk sarapan pagimu di alam sana…
Dasar kau ini ada-ada saja…

Oleh: Kusnadi El-Ghezwa

Minggu, 06 Mei 2012

10 Masker


Lumpur
Masker jenis ini sudah terbukti khasiatnya sejak era Cleopatra. Produk instannya menggunakan ekstrak mineral lumpur yang berfungsi sebagai detoksifikasi. Karena terbuat dari bahan alami, umumnya cocok digunakan untuk semua jenis kulit. Di dalamnya juga terkandung vitamin C dan Castor Oil yang baik untuk menutrisi kulit.

Natural
Bahan dasar masker ini umumnya relatif sama, seperti kacang almond, oatmeal, dan madu. Khasiatnya menutrisi kulit dan umumnya cocok di semua jenis kulit. Masker ini efektif mengatasi kulit lelah sekaligus mengembalikan vitalitas kulit.

Citrus
Ekstrak citrus terkenal kaya akan vitamin C. Berkhasiat membersihkan dan mengangkat sel kulit mati. Karena sifatnya mencerahkan, maka cocok digunakan pada kulit lelah dan kusam, atau kulit yang terlalu lama berada di ruangan ber AC.

Mentimun
Selain menyegarkan kulit, masker ini juga cocok untuk merawat kulit berminyak dan kombinasi. Masker mentimun dapat menjaga kadar air dan minyak dalam kulit, mengecilkan pori, sekaligus memperbaiki teksturnya.

CO2 Powder
Masker ini tergolong baru, tapi sudah populer di dunia kecantikan. Efektif merawat kulit yang sangat berminyak atau berjerawat parah. Co2 di dalamnya berkhasiat meredam peradangan yang disebabkan oleh bakteri pemicu timbulnya jerawat.

Hot Mask
Bagi pemilik kulit berminyak yang banyak komedo, masker  jenis ini boleh dicoba. Bentuknya bubuk yang dicampur dengan air. Di dalamnya terdapat kandungan  aneka herbal dan mint.

Herbal
Masker ini bersifat melembapkan, di dalamnya berisi berbagai jenis tumbuhan seperti sambiloto dan putri malu. Ada juga yang diberi tambahan rumput laut untuk memberi sensasi dingin pada wajah, sekaligus mengendurkan otot wajah yang tegang. Cocok digunakan oleh semua jenis kulit, terutama pada kulit yang membutuhkan tambahan kadar air pada jaringan kulit.

Kolagen
Masker dengan kandungan kolagen berkhasiat meningkatkan elastisitas kulit sekaligus melembapkan dan menambah kadar air dalam kulit. Disarankan untuk hari istimewa, seperti pesta atau menjelang hari pernikahan.

Masker Gel
Teksturnya yang kenyal dan dingin memberi efek relaksasi pada kulit wajah yang stres dan berminyak. Selain mengecilkan pori, masker ini juga bersifat anti iritasi, melembutkan kulit dan menyegarkan kembali kulit wajah yang lelah.

Cooling
Sesuai dengan namanya, masker ini memberi sensasi rasa dingin. Cocok untuk menyegarkan dan mengencangkan kulit yang sering terpapar sinar matahari, kulit yang stres karena terkena polusi atau terlalu lama berada di ruangan yang penuh asap rokok

Rugi, karena Menipu Sendiri

Rugi, karena Menipu Sendiri

بَلِ الإِنسَانُ عَلَىٰ نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ ﴿١٤﴾ وَلَوْ أَلْقَىٰ مَعَاذِيرَهُ ﴿١٥﴾
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah:14-15)
Disebutkan dalam Kitab Uyunul Atsar, Imam Zuhri mengisahkan, “Bahwa suatu ketika Abu Sufyan, Abu Jahal dan Akhnas bin Syariq secara sembunyi-sembunyi mendatangi rumah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam. Masing-masing mengambil posisi untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam. dalam shalatnya. Mereka bertiga memiliki posisi masing-masing, yang tidak diketahui oleh yang lain. Hingga ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga memergoki satu sama lainnya di jalan. Mereka bertiga saling mencela dan membuat kesepakatan untuk tidak kembali mendatangi rumah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
Namun pada malam berikutnya, ternyata mereka bertiga tidak kuasa menahan gejolak jiwanya untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka bertiga   mengira bahwa yang lainnya tidak akan datang ke rumah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, dan mereka pun menempati posisi mereka masing-masing. Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam. usai melaksanakan shalat, mereka pun selalu memergoki yang lainnya di jalan. Dan terjadilah saling cela sebagaimana yang terjadi sebelumnya.
Malam berikutnya, lagi-lagi mereka rindu untuk mendengarkan Al-Qur’an, dan merekapun menempati posisi sebagaimana hari sebelumnya. Dan manakala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam usai melaksanakan shalat, mereka bertiga kembali memergoki yang lainnya. Akhirnya mereka bertiga membuat janji satu sama lain untuk tidak kembali ke rumah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.

Begitulah, meski mereka memungkiri kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam, namun hati kecil mereka tidak bisa ditipu, bahwa Al-Qur’an itu indah, benar dan menakjubkan. Berbagai alasan, argumen dan kilah sebenarnya tidak bisa mengelabuhi perasaannya,
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah:14-15)
Rumus ini berlaku bagi siapapun yang menyelisihi kebenaran, baik yang ringan maupun yang berat. Mereka sebenarnya hanya membohongi diri sendiri tatkala lebih memilih menyelisihi daripada tunduk dan patuh terhadap kebenaran.
Sejenak kita introspeksi dan jujur terhadap diri sendiri. Tatkala diri merasa malas untuk belajar ilmu syar’i, berbagai alasan muncul untuk membela diri. Sibuk dengan pekerjaan, ada keperluan yang tak bisa ditinggalkan, kesulitan kendaraan, tidak ada tempat kajian, kurang enak badan dan seabrek alasan yang lain. Ketika itu, nurani kita bisa mengukur, apakah semua yang kita utarakan itu benar-benar menjadi udzur, hingga betul-betul tak memiliki peluang untuk menambah ilmu syar’i? Jawabanya, ”balil insaanu ’ala nafsihi bashiirah, walau alqaa ma’aadziirah,” bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” Diri kita sendiri yang tahu akan kebenaran alasan kita, selagi jujur dengan hati nurani.
Begitupula, tatkala ada yang lama tidak menampakkan diri di masjid untuk shalat berjama’ah, berbagai argumen juga digelar agar orang lain memaklumi. Alasan tidak wajib, ada urusan penting, badan masih kotor karena belum mandi, jauh dari masjid, tidak mendengar adzan, tidak bisa khusyuk shalat di masjid dan masih banyak alasan yang lain. Apakah alasan ini dibuat-buat ataukah tidak, sebenarnya diri kita sendiri mengetahui. Diri kita menjadi saksi atas apa penyebab sesungguhnya ketidakhadiran kita ke masjid untuk berjamaah. Kita juga menjadi saksi akan kejujuran atau kedustaan lisan kita saat mengungkapkan alasan.
Sebagaimana dalam hal meninggalkan ketaatan, setiap kemaksiatan seringkali dicarikan alasan oleh pelakunya. Agar orang lain memaklumi, mengapa dia melakukan itu semua. Alasan belum tahu ilmunya, menurutnya tidak berdosa, tidak sengaja melakukannya, hanya coba-coba dan sederet alasan yang bisa dipaparkan. Tapi, kebenaran ucapannya diuji oleh hati nuraninya sendiri. Benarkah ia belum tahu ilmunya, betulkah berdasarkan ilmu yang diketahuinya itu tidak berdosa dan seterusnya. Cukuplah kita katakan kepadanya, ”balil insaanu ’ala nafsihi bashiirah, walau alqaa ma’aadziirah,” bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.”
Jika kita merenungkan hal ini, niscaya kita dapatkan perkara yang sangat mengherankan, apa gunanya alasan-alasan itu dikemukakan jika tidak sesuai kenyataan? Siapa yang rugi dengan kebohongan itu? Bukankah dirinya sendiri yang rugi?       Tidakkah ini berarti membinasakan diri sendiri? Memang aneh, tapi faktanya banyak orang yang berusaha menjerumuskan diri sendiri.
Sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam,
كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
”Setiap manusia itu berusaha, maka ia mempertaruhkan jiwanya, ada yang usahanya itu menyelamatkan dirinya, ada pula yang membinasakan dirinya.” (HR Muslim)
Orang yang membohongi diri sendiri termasuk golongan orang yang usahanya untuk membinasakan diri sendiri dalam konteks ini.
Setelah hati nurani kita di dunia menjadi saksi atas setiap alasan saat taat atau maksiat, maka kelak di akhirat, seluruh anggota badan kita sendiri juga akan menjadi saksi atas seluruh apa yang kita jalani di dunia. Saat itu, benar atau tidaknya alasan yang diungkapkan lisan, akan dibuktikan dengan kesaksian seluruh anggota tubuh. Inilah makna kedua dari firman Allah, ” ”balil insaanu ’ala nafsihi bashiirah, walau alqaa ma’aadziirah,” bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.”
Ibnu Abbas ra menafsirkan ayat ini, ”makna bashirah adalah saksi. Yakni kesaksian seluruh anggota badan atas dirinya. Tentang tangannya, apa yang telah ia jamah dengan keduanya, tentang kedua kakinya, kemana ia melangkahkan keduanya, tentang matanya, apa yang telah ia lihat dengan keduanya.”
Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala, ”
”Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS an-Nuur 24)
Maka jika kita sayang kepada diri sendiri, hendaknya berlaku jujur dalam menilai diri sendiri. Lalu menepis segala hal yang melemahkan kita dari ketaatan, dan memangkas jalan menuju kemaksiatan. Wallahul muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)