فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ
غَفَّارًا . يُرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا . وَيُمْدِدْكُم
بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ
أَنْهَارًا
”Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu. Dan
Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh 10-12)
Ada beberapa orang datang kepada al-Hasan al-Bashri mengeluhkan
problem yang mereka hadapi. Ada yang mengeluhkan kemarau yang panjang.
Ada lagi yang memiliki problem ekonomi dan serba kekuarangan. Ada pula
yang belum dikarunia keturunan. Yang lain lagi kebunnya tidak
menghasilkan buah, sungai-sungai menjadi kering. Setiap kali problem
ditanyakan, beliau selalu menjawab dengan kalimat, “Istighfarlah kepada
Allah!”
Hal ini membuat orang-orang tampak keheranan dengan jawaban al-Hasan.
Lalu mereka berkata, “Mengapa setiap ada yang mengeluh dari kami Anda
selalu menjawab dengan “istighfarlah kepada Allah?” Kemudian beliau
menjawab, “Tidakkah kalian membaca firman Allah,
“Maka aku katakan kepada mereka, ’Mohonlah ampun kepada Rabbmu,
-sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, Niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan
mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya)
untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh 10 – 12)
Karena Biang Segala Problem adalah Dosa
Berapa banyak orang shalih dari zaman ke zaman merasakan dahsyatnya
istighfar. Berbagai problem yang terpecahkan, musibah terangkat, dan
kendala menjadi sirna karenanya. Terselip pertanyaan besar, bagaimana
istighfar menjadi solusi dari banyak kesulitan? Apa hubungan antara
permohonan ampun kepada Allah dengan datangnya jalan keluar?
Tentu kita ingat, bahwa hakikatnya setiap musibah, juga kesulitan
yang dihadapi manusia, itu disebabkan karena dosa. Sebagaimana firman
Allah,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar
(dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy-Syuura 30)
Dosa juga menjadi penyebab krisis multi dimensi. Termasuk problem
ekonomi, baik secara perorangan, maupun golongan. Secara perorangan,
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُحْرَمُ الرِّزْقَ بِالذَّنْبِ يُصِيبُهُ.
“Sesungguhnya seseorang terhalang dari rejeki disebabkan oleh dosa yang dilakukannya.” (HR Ahmad, al-Hakim, Ibnu Majah)
Adapun secara komunal, diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mendatangi kami dan bersabda, “Wahai sekalian orang-orang
Muhajirin, lima perkara, apabila menimpa kalian, maka tidak ada
kebaikannya, atau kalian akan tertimpa bermacam-macam adzab, dan aku
berlindung kepada Allah semoga kalian tidak menjumpainya. Tidaklah
kekejian (zina) tampak nyata di suatu kaum, hingga mereka
berterang-terangan dengannya, kecuali akan tersebar di kalangan mereka
wabah tha’un dan penyakit-penyakit yang belum pernah dialami oleh
orang-orang sebelum mereka. Dan tidaklah mereka mengurangi takaran dan
timbangan kecuali akan diadzab dengan paceklik dan sulitnya bahan
kebutuhan dan dhalimnya penguasa atas mereka. Dan tidaklah mereka
menolak untuk membayar zakat, kecuali mereka dicegah dari turunnya
hujan, dan seandainya tidak karena adanya binatang-binatang pasti mereka
tidak diberi hujan. Dan tidaklah mereka melanggar janji Allah dan janji
RasulNya, kecuali Allah akan menguasakan musuh atas mereka dari orang
selain mereka, lalu mereka (musuh itu) mengambil sebagian apa-apa yang
di tangan mereka.
Dan selama pemimpin-pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitab
Allah, dan mereka memilih-milih dari apa-apa yang telah Allah turunkan,
niscaya Allah akan menjadikan saling bermusuhan di antara mereka. ” (HR
Ibnu Majah, adz-Dzahabi dalam at-Talkhis mengatakan shahih)
Dan banyak lagi keterangan yang menguatkan bahwa dosa adalah biang masalah, keruwetan dan kesulitan.
Istighfar adalah Solusinya
Tatkala seorang hamba bertaubat, dan memohon ampun kepada Allah atas
segala perbuatan buruknya, lalu kembali ke jalan yang benar, maka dosa
pun diangkat beserta seluruh efek yang ditimbulkan oleh dosa. Kemudahan
akan didapatkan, jalan keluar di depan mata, dan musibah yang tengah
melanda menjadi sirna pula.
Begitulah alurnya, mengapa istighfar bisa menjadi solusi dari problem
yang dihadapi manusia. Bahkan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, menjadikan
istighfar sebagai andalan ketika menghadapi masalah yang pelik, termasuk
dalam hal ilmu. Di mana beliau berkata kepada muridnya, ”Tatkala suatu
masalah atau problem mengganggu pikiranku, maka akupun memperbanyak
istighfar hingga dadaku menjadi lapang, dan terurailah kesulitan demi
kesulitan. Dan ketika aku membiasakan istighfar saat berada di pasar,
masjid, kendaraan maupun majlis ilmu, maka aku mendapatkan apa yang aku
cari.”
Adalah Imam asy-Syaafi’i pernah mengeluhkan hafalannya kepada seorang
gurunya, yakni Imam Waki’ bin Jarah. Tak disangka, sang guru berkata
dengan lantang, ”bertaubatlah.” Saat itulah Imam Syafi’i mengingat dosa
yang pernah dilakukannya, lalu bertaubat kepada Allah darinya. Seketika,
kekuatan hafalan beliau pulih seperti sedia kala, hingga beliau
menggubah sya’ir yang sangat tenar, ”Aku mengadu kepada al-Waki’ (bin
Jarah) tentang buruknya hafalanku. Dia menyuruhku untuk meninggalkan
maksiat, dan dia menasihatiku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah
tidak dikaruniakan kepada pendosa.”
Begitulah, ilmu terhalang lantaran dosa, sedangkan taubat melancarkan kembali jalan masuk cahaya ilmu ke dalam hati.
Istighfar bukan saja berfaedah mengentaskan seseorang dari musibah
dan problema setelah terjadi, namun juga bisa mencegah musibah dan
masalah sebelum terjadinya. Tentang firman Allah Ta’ala,
”Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu
berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka,
sedang mereka meminta ampun.” (QS al-Anfaal 33)
Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menafsirkan, “Kita mempunyai
dua jaminan keamanan, namun yang satu telah tiada, yakni keberadaan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di tengah kita, adapun yang
tersisa adalah istighfar yang menyertai kita, maka jika istighfar tiada,
maka kita akan binasa.”
Tentu saja, istighfar dengan sehebat khasiatnya itu bukan sekedar
berupa ucapan tanpa makna. Namun istighfar yang diiringi taubat yang
tulus. Taubat yang memenuhi kriteria nasuha; berhenti dari dosa,
menyesal perbuatannya, bertekad untuk tidak mengulanginya dan
mengembalikan hak bila dosa terkait dengan hak sesama manusia.
Ucapan istighfar ini tidak pula menihilkan ikhityar untuk mencari
solusi. Karena istighfar mampu menyingkirkan kendala, namun untuk sampai
kepad tujuan, atau selamat dari gangguan, harus ada kemauan untuk
melangkah dan berusaha. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, dan
memudahkan segala urusan kita. Aamiin. (Abu Umar Abdillah)