Selasa, 03 Mei 2011

kumpuan artikel/berita tentang pelanggaran yang di lakukan bidan


18:02 Diposkan oleh Bidan Febri
http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:lvdyyUJc2XV-FM:http://cniku.files.wordpress.com/2009/11/2.jpg
Bidan merupakan tenaga kesehatan profesional yang berada di garis terdepan dalam mewujudkan derajad kesehatan wanita sepanjang daur kehidupannya. Dalam menjalankan profesinya Bidan mempunyai standar pelayanan dan kode etik profesi yang menjadi acuan pelayanan.
Pada kenyataannya, masih banyak bidan yang melakukan kegiatan yang menyimpang dari kode etik profesinya.

Bidan Aborsi Pernah Sakit Jiwa

VIVAnews - Hj Atun, tersangka praktik aborsi di Jalan Percetakan Negara Blok B No 20, Jakarta, diduga memiliki gangguan kejiwaan. Di klinik itu, ia berperan sebagai bidan.
Hj Atun pernah menjalani perawatan penyakit syaraf otak di Rumah Sakit Cikini. "Dalam riwayat kesehatannya, dia pernah memiliki gangguan syaraf," kata Kepala Kepolisian Sektor Johar Baru, Theresia Mastail, kepada VIVAnews, Senin 16 Maret 2009.

Selama ditahan, ia pun sering mengeluh pusing. Tetapi Theresia belum dapat memastikan sakit kepala yang dikeluhkan Atun terkait dengan gangguan syaraf yang pernah dideritanya. Hj Atun masih menjalani pemeriksaan di RS Kramatjati. Kondisi kesehatan Atun menghambat penyidikan polisi. Rencana penggalian dua lokasi yang diduga menjadi kuburan massal janin hingga kini belum terwujud. "Karena penggalian harus dilakukan bersamanya," ujarnya.
Klinik aborsi milik Atun digerebek pada akhir Februari lalu atas pengembangan yang dilakukan kepolisian sejak 18 Mei 2008. Klinik itu telah beroperasi selama 10 tahun. Diduga seribuan janin telah digugurkan di klinik mewah tersebut. Sembilan orang resmi tersangka yang terdiri dari dokter, pemilik, dan petugas.





Bidan Nyambi Aborsi Dibekuk
Jumat, 29/01/2010 11:00 WIB – lim

KLATEN—Praktik aborsi yang dilakukan oleh bidan PNS di salah satu rumah sakit di Klaten, berhasil dibongkar oleh aparat kepolisian. Dalam kasus tersebut, bidan PNS, Dwi Wahyu Putri (49), Yunita Endah Setyowati, mahasiswi asal Desa Sendangrejo Wonogiri dan M Effendi Fauqi Annas asal Desa Gergunung, Klaten Tengah ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya dijerat dengan pasal 80 ayat 1 UURI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan atau pasal 346 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pengungkapan kasus itu berawal dari laporan warga yang curiga terhadap proses pemakaman di alas Ketu, Wonogiri Sabtu (9/1) sekitar pukul 12.00 WIB.

Laporan itu diterima oleh Polres Wonogiri dan langsung meminta keterangan pada yang bersangkutan, Yunita Endah S. Diinterogasi secara intensif, Yunita akhirnya mengaku bahwa yang dikuburkan adalah orok bayi hasil aborsi beberapa hari sebelumnya. Dia juga mengaku proses pengguguran dibantu oleh tersangka lain, yaitu Dwi sebagai bidan pelaku pengguguran dan M Effendi sebagai perantaranya. Praktik aborsi tersebut, seperti pengakuan tersangka, dilakukan di rumah bidan di Gang Unta No. 4 Kampung Ngepos Kelurahan Klaten Tengah, Kecamatan Klaten Tengah Kamis (7/1) sekitar pukul 19.00 WIB.


Menindaklanjuti proses hukum kepada tersangka, kasus itu lantas dilimpahkan ke Polres Klaten. Kapolres Klaten AKBP Agus Djaka Santosa melalui Kasat Reskrim AKP Edy Suranta S mengungkapkan, ketiganya dikenai sanksi pidana karena dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil tanpa ketentuan dan menyebabkan mati atau gugurnya bayi.
“Hasil pemeriksaan mengarah pada semua tersangka. Dan pada 21 Januari berhasil menangkap mereka.
Namun Lekso Sembodo yang turut sebagai perantara, berhasil melarikan diri,” kata Kasat, Kamis (28/1).

Di hadapan penyidik, Yunita mengatakan, dia melakukan hubungan dengan Andika M Saifuddin sejak 2008 lalu dan akhirnya berbuah kehamilan. Karena sang pacar tidak mau bertanggung jawab, Yunita merasa depresi dan memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya. Dia meminta kepada tersangka lain, M Effendi dan Lekso Sambodo mencarikan orang yang mau menggugurkan kehamilannya hingga mengarah ke tersangka lain, Dwi Wahyu Putri yang notabene sebagai tenaga bidan di salah satu RS di Klaten. Menurut dugaan penyidik, praktik aborsi yang dilakukan tersangka Dwi telah lama dilakukan. Sementara itu, sang pacar, Andika diduga pula memaksa untuk melakukan proses pengguguran kandungan. “Dugaan itu masih akan kami kembangkan. Untuk sekarang masih mendalami kasus ini dulu,” terang Kasat. (lim)


Polda Gerbek Rumah Bidan Aborsi
Bandarlampung,

Satuan reskrim kejahatan dan kekerasan (Jatanras) Polda Lampung, Rabu (29/7) menggerbek rumah seorang bidan bernama Alya Sopiah yang diduga melakukan praktek aborsi. Dari dalam rumah yang berada di Jl Dr Susilo Gg Kenanga II diamankan puluhan obat daftra G yang biasa digunakan untuk melakukan aborsi, berdasarkan catatan kepolisian Bidan Alya merupakan resedivis tahun 1994 dalam kasus aborsi. Direskrim Polda Lampung Kombes Pol Dharmawan Sutawijaya membenarkan penggerbekan sebuah rumah bidan yang disinyalir melakukan praktik aborsi, namun saat dilakukan penggerbekan petugas tidak berhasil membekuk bidan tersebut karena sempat melarikan diri dari pintu belakang.” Ya banar, kemarin telah melakukan penggerbekan rumah seorang bidan yang diduga melakukan peraktik aborsi, kita masih melakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar Direskrim.

Direskrim menyatakan Pihaknya masih melakukan pemeriksaan dengan meminta keterangan sejumlah saksi,” Awalnya ada inormasi kalau praketek aborsi itu di bekingi oleh Oknum Polwan, namun setelah dilakukan pemeriksaan informasi itu tidak benar,” ujar Direskrim.

Sumber
http://metro.vivanews.com/news/read/41050-bidan_aborsi_pernah_sakit_jiwa
http://harianjoglosemar.com/berita/bidan-nyambi-aborsi-dibekuk-8085.html
http://www.lampung-news.com/article/Kriminal/343/

OKNUM BIDAN TERANCAM EMPAT TAHUN PENJARA

Selasa, 23 Mar 2010 19:11:20| Hukum | Dibaca 307 kali
Tasikmalaya, 23/3 (ANTARA) - Oknum bidan yang dilaporkan telah melakukan penggelapan mobil dan penipuan uang terancam hukuman empat tahun penjara.

Kasat Reskrim Polresta Tasikmalaya, AKP Harso Pudjo Hartono melalui Kaur Bin Ops, Iptu Rusdianto, kepada wartawan di Tasikmalaya, Selasa, mengatakan oknum bidan berinisial ES (38) terjerat pasal 372 dan 378 KUH-Pidana tentang penipuan dan penggelapan dengan ancaman kurungan maksimal empat tahun penjara.

"Untuk bidan yang dilaporkan sebagai tersangka pelaku penggelapan dan penipuan itu terancam dihukum paling lama empat tahun," kata Rusdianto.

Namun, kata dia, ES warga Jalan Siliwangi, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya yang sekarang masih ditahan di sel Polresta Tasikmalaya sejak korban melapor pada Rabu (17/3).

Menurut Rusdianto, pelaku melalui pengacaranya meminta untuk tidak ditahan karena pelapor dan tuduhannya serta bukti belum cukup kuat dan lengkap.

Namun pihak kepolisian belum dapat mengabulkan permintaan tersebut karena dikhawatirkan ada laporan korban lain yang diduga masih banyak korban seperti yang dilaporkan korban sebelumnya.

"Semua orang boleh mengajukan tidak ditahan, tetapi melihat kasus itu sendiri, tapi sekarang kami masih menunggu laporan dari korban lain," katanya.

Kata dia, pihak kepolisian Polresta Tasikmalaya baru menangani dua orang korban penggelapan mobil rental oleh pelaku, sedangkan sebagian korban sudah dilakukan damai secara kekeluargaan.

Ia menilai, jika masih dua orang korban yang melapor, dikhawatirkan pihak kepolisian tidak memiliki bukti kuat sehingga kemungkinan besar pelaku tidak ditahan.

"Kami masih menunggu laporan korban untuk proses penyelidikan yang lebih kuat," katanya.

Sementara itu oknum bidan dilaporkan penggelapan oleh korban yang merasa tidak senang dengan perbuatannya meminjam kendaraan roda empat yang tidak kunjung dikembalikan karena digadaikan pelaku.

Selain itu oknum bidan telah melakukan bisnis penipuan uang yang ditaksir mencapai ratusan juta rupiah dengan dalih bisnis pengadaan alat kesehatan kepada beberapa orang korban.

Feri P


http://ponorogozone.com/Themes/default/images/post/thumbup.gif
Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
« pada: Mei 21, 2008, 05:13:28 »
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangang oleh bidan puskesmas.

Peristiwa nahas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.

Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.

Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.

Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.

Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.

"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).

Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.

Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.

Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.

Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.

Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut. (Hari Tri Wasono/Sindo/jri)

Mahasiswi bidan terlibat aborsi

SEMARANG - Polres Klaten berhasil mengungkap kasus aborsi yang melibatkan seorang mahasiswi. Yunita Indah S, 24, mahasiswi, warga Sendang Rejo, Kabupaten Wonogiri, diketahui hamil lima bulan dan diaborsi Dwi Wahyu P, 45, seorang bidan rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro, Klaten. Selain Yunita dan Dwi, polisi juga menjebloskan Muh Efenndi, 25, warga Klaten Utara, di sel tahanan Mapolres Klaten. Effendi bertindak sebagai mediator untuk mengantarkan/ menunjukan ke seorang bidan yakni Dwi Wahyu.
"Kasus tersebut terungkap berawal ketikaYunita saat mengubur-kan bayinya di Pemakaman Umum di Wonogiri diketahui warga dan dilaporkan ke polisi setempat," ungkap Kapolres Klaten AKBP Agus Djaka Santoso, melalui Kasat Reskrim setempat AKP Edy Siranta S, kemairin. Aborsi itu sendiri dilakukan Yunita di tempat kosnya di Desa Buntalan, KlatenTengah. Sedangkan, janin laki-laki yang berhasil digugurkan dan dimakamkan di pemakaman umum di Alas Ketu, Wonogiri. Untuk kelancaran pemeriksaan, sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp 250.000, gunting, dan sejumlah peralatan lain termasuk sisa obat (pil), disita, (suatmadji/aw)

Bidan Nyambi Aborsi Dibekuk

Jumat, 29/01/2010 11:00 WIB - lim
KLATEN—Praktik aborsi yang dilakukan oleh bidan PNS  di salah satu rumah sakit di Klaten, berhasil dibongkar oleh aparat kepolisian. Dalam kasus tersebut, bidan PNS, Dwi Wahyu Putri (49),  Yunita Endah Setyowati, mahasiswi asal Desa Sendangrejo Wonogiri dan M Effendi Fauqi Annas asal Desa Gergunung, Klaten Tengah ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiganya dijerat dengan pasal 80 ayat 1 UURI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan atau pasal 346 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pengungkapan kasus itu berawal dari  laporan warga yang curiga terhadap proses pemakaman di alas Ketu, Wonogiri Sabtu (9/1) sekitar pukul 12.00 WIB.
Laporan itu diterima oleh Polres Wonogiri dan langsung meminta keterangan pada yang bersangkutan, Yunita Endah S.  Diinterogasi secara intensif, Yunita akhirnya mengaku bahwa yang dikuburkan adalah orok bayi hasil aborsi beberapa hari sebelumnya.
Dia juga mengaku proses pengguguran dibantu oleh tersangka lain, yaitu Dwi sebagai bidan pelaku pengguguran dan M Effendi sebagai perantaranya. Praktik aborsi tersebut, seperti pengakuan tersangka, dilakukan di rumah bidan di Gang Unta No. 4 Kampung Ngepos Kelurahan Klaten Tengah, Kecamatan Klaten Tengah Kamis (7/1) sekitar pukul 19.00 WIB.
Sengaja
Menindaklanjuti proses hukum kepada tersangka, kasus itu lantas dilimpahkan ke Polres Klaten. Kapolres Klaten AKBP Agus Djaka Santosa melalui Kasat Reskrim AKP Edy Suranta S mengungkapkan, ketiganya dikenai sanksi pidana karena dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil tanpa ketentuan dan menyebabkan mati atau gugurnya bayi.
“Hasil pemeriksaan mengarah pada semua tersangka. Dan pada 21 Januari berhasil menangkap mereka. Namun Lekso Sembodo yang turut sebagai perantara, berhasil melarikan diri,” kata Kasat, Kamis (28/1).
Di hadapan penyidik, Yunita mengatakan, dia melakukan hubungan dengan Andika M Saifuddin sejak 2008 lalu dan akhirnya berbuah kehamilan. Karena sang pacar tidak mau bertanggung jawab, Yunita merasa depresi dan memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya.
Dia meminta kepada tersangka lain, M Effendi dan Lekso Sambodo mencarikan orang yang mau menggugurkan kehamilannya hingga mengarah ke tersangka lain, Dwi Wahyu Putri yang notabene sebagai tenaga bidan di salah satu RS di Klaten.
Menurut dugaan penyidik, praktik aborsi yang dilakukan tersangka Dwi telah lama dilakukan. Sementara itu, sang pacar, Andika diduga pula memaksa untuk melakukan proses pengguguran kandungan.
“Dugaan itu masih akan kami kembangkan. Untuk sekarang masih mendalami kasus ini dulu,” terang Kasat. (lim)

olisi Jember Perdalam Penanganan Kasus Aborsi Ilegal

Minggu, 15 Agustus 2010 | 18:50 WIB
TEMPO Interaktif, JEMBER - Aparat Kepolsian Resor Jember, hingga Minggu petang (15/8), kembali menggeledah rumah Vike Septaninda, 48 tahun, di Jalan Perumnas Balung, Desa Balung Kidul, Kecamatan Balung. Penggeledahan untuk mendapatkan bukti-bukti tambahan demi memperkuat penanganan kasus dugaan praktek aborsi ilegal oleh mantan bidan tersebut.

Praktek aborsi ilegal itu terkuak setelah polisi menangkap DM, 25 tahun, warga Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi, Sabtu petang (14/8). DM ditangkap saat membeli bunga dan peralatan kematian, seperti kain kafan, di pasar Tanjung. "Warga curiga ketika melihat kondisi korban, lalu melaporkannya kepada kami," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jember Ajun Komisaris Polisi M Nurhidayat.

Kepada polisi DM mengaku baru saja menggugurkan kandungannya yang berusia 2,5 bulan di tempat praktek Vike, sekitar 35 kilometer arah selatan dari Kota Jember. Hari itu juga polisi menangkap Vike sambil melakukan penggeledahan rumahnya.

Polisi menemukan sejumlah peralatan medis dan kebidanan seperti tensimeter, puluhan jarum suntik, obat antibiotik, alat tes pembukaan rahim, sarung tangan. dan kain perlak. Bahkan ada jarum suntik yang masih ada darahnya.

Kepada DM, Vike yang pernah bekerja di sebuah rumah sakit di Jember itu mengenakan tarif Rp 2 juta. DM yang pernah kuliah di Jember mengetahui praktek aboorsi Vike dari kalangan mahasiswa di Jember. "Ternyata praktek tersebut sudah dilakukan beberapa tahun dan kebanyakan pasiennya mahasiswi," ujar Nurhidayat.

Polisi terus mengembangkan pemeriksaan untuk mengetahui berapa banyak korban yang melakukan aborsi di tempat praktek Vike. MAHBUB DJUNAIDY.
PATROLI
Gugurkan Kandungan
Mahasiswi Tewas Ditangan Bidan Aborsi
Baca Juga:
Tags: aborsi
Berita HOT:
Korupsi Pemadam Kebakaran
Kisruh PSSI
Tilang Elektronik
Jelang Kongres PSSI
Saksi Teleconference
indosiar.com, Lampung - Selesai sudah masalah yang dihadapi Nina Sumiati, seorang mahasiswi disalah satu akademi perawatan dikawasan MH Thamrin, Jakarta ini. Gadis yang juga warga Sumedang, Jawa Barat ini tewas ditangani Yuliana seorang bidan aborsi di Lampung setelah ia berusaha menggugurkan janin bayi dalam perutnya yang masih berusia 2,5 bulan.
Sambil menunggu keluarganya, sementara jenazah Sumiati kini berada di Rumah Sakit Graha Husada Bandar Lampung. Peristiwa naas yang dialami oleh korban berawal saat dirinya mengandung janin bayi dari hasil hubungan gelap bersama kekasihnya Fadli, seorang mahasiswa disalah satu universitas ternama di Jakarta.
Takut aibnya diketahui keluarga, korban bersama kekasihnya sepakat untuk menggugurkan kandungan. Kiat Fadli bersama korban tersebut kemudian di fasilitasi oleh Santi, seorang teman korban yang juga pernah mengaborsi kandungannya pada 6 tahun yang lalu di bidan yang sama.
Saat itu aborsi yang dilakukan bidan Yuliana terhadap Santi berjalan sukses. Dihadapan polisi tersangka Yuliana mengaku proses pengguguran janin bayi ini dilakukannya dengan cara penyuntikkan obat pelancar kelahiran bayi pada korban dengan dosis lebih, namun setelah 2 hari proses pengguguran korban malah mengalami perdarahan yang hebat.
Praktek aborsi ini dilakukan Yuliana dirumahnya di Jalan Pulau Bawean Sukarame Bandar Lampung. Setiap kali proses aborsi Yuliana memasang tarif 1.200.000 ribu rupiah. Akibat peristiwa ini tersangka Yuliana diancam dengan Pasal 348 tentang praktek aborsi hingga memakan korban jiwa dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Sementara untuk kekasih korban Fadli dan temannya Santi masih dalam pemeriksaan pihak kepolisian Poltabes Bandar Lampung karena dituduh terlibat praktek aborsi. (Fauzi Heri/Dv
Minggu, 18/05/2008 10:44 WIB

Gara-gara Aborsi, Nyawa Novi Melayang

Samsul Hadi - detikSurabaya

<p>Your browser does not support iframes.</p>
<a href='http://us.openx.detik.com/delivery/ck.php?n=aca95ca9&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://us.openx.detik.com/delivery/avw.php?zoneid=159&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=aca95ca9' border='0' alt='' /></a>
Kediri - Naas bagi Novila Sutiana (21) warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Malu menanggung aib karena hamil di luar nikah, dirinya nekat melakukan aborsi. Sayang upaya aborsi yang dilakukan pada kehamilannya yang berusia 5 minggu itu membuatnya tewas. Peristiwa itu bermula saat Novi dan pamannya sekaligus pacar, Santoso (38) warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri mendatangi seorang bidan bernama Endang Purwatiningsih (40). Pasangan tersebut mendatangi rumah dan tempat praktik bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Setelah berkonsultasi dan pembicaraan mendetail sejak 14 Mei 2008 lalu, disepakati aborsi akan dilakukan 17 Mei 2008 dengan biaya sebesar Rp 2 juta. "Proses aborsi mulai dilakukan bidan di klinik tempatnya bekerja yang sekaligus rumahnya sendiri," kata Kanit PPA Polres Kediri, Iptu Ridwan Sahara kepada wartawan saat di Mapolres Kediri, Jalan Panglima Sudirman Pare, Minggu (18/5/2008). Sang bidan pun menyuntikkan oksitesin dan duradryll ke bagian kiri pantat korban. Selang satu jam, sang bidan kembali menyuntikkan vitamin B-12 ke bagian pantat kanan korban. Disuntikkannya beberapa obat dimaksudkan agar korban lekas mengalami kontraksi dan janin dalam kandungannya dapat keluar dengan sendirinya. Namun perkiraan bidan meleset. Hingga beberapa jam kemudian korban tak kunjung mengalami kontraksi dan justru merasakan kondisi yang tak mengkhawatirkan. Hal ini membuat korban bermaksud meninggalkan lokasi klinik bidan dan berkunjung ke rumah sahabatnya di Desa/Kecamatan Plosoklaten. Di tengah perjalanan tepatnya di Kecamatan Puncu, korban muntah darah dan pingsan di jalan. Tentu saja hal ini membuat pacar korban panik dan kembali menghubungi sang bidan. Atas rujukan bidan dan pertolongan warga, korban dilarikan ke RSUD Pelem Pare, namun di tengah perawatan korban meninggal dunia. Jajaran Satreskrim Polres Kediri yang mendapat laporan dari pihak rumah sakit melakukan penangkapan terhadap pacar korban dan bidan yang membantu proses aborsi. "Hasil otopsi dan pemeriksaan kedua pelaku mengarah pada kemungkinan kesalahan dalam memberikan dosis obat yang dilakukan oleh bidan. Namun untuk pastinya, kita masih akan lakukan pemeriksaan lebih intensif," kata Ridwan. Ridwan menambahkan, bila nantinya kedua pelaku terbukti bersalah, maka keduanya dikenakan hukuman penjara selama 7 hingga 15 tahun. Keduanya dijerat dengan pasal 348 KUHP junto pasal 55 KUHP, tentang tindak pidana aborsi secara sengaja yang mengakibatkan kematian korbannya. (fat/fat)

Tetangga Tersangka Aborsi di Bandar Lampung Kaget

KIRIM EMAIL KE TEMAN
Informasikan ke teman-teman Anda mengenai berita di bawah melalui email.
Nama Anda
Alamat Email Anda

Kirim Ke
Nama
Email


kirim copy ke email saya


KOMENTAR PEMBACA
Berikan komentar Anda untuk berita di bawah.
Komentar akan ditampilkan di halaman ini, diharapkan sopan dan bertanggung jawab.
Nama Anda
Email Anda
Komentar
KapanLagi.com berhak menghapus komentar yang tidak layak ditampilkan
KOMENTAR FANS
Anda fans ? Berikan komentar Anda. Komentar akan ditampilkan di halaman biografi , diharapkan sopan dan bertanggung jawab.
Nama Anda
Email Anda
Pesan
KapanLagi.com berhak menghapus komentar yang tidak layak ditampilkan
NEWSLETTER KAPANLAGI.COM

Dapatkan berita terbaru di email Anda setiap hari.

Nama:
Email:

Kategori berita yang diinginkan:

Selebriti
Film
Musik
Televisi
Hollywood
Bollywood
Asian Star
Sinetron
Bola Internasional
Bola Nasional
Seleb-OR
Olahraga Lain-lain
Hukum-Kriminal
Kasus Narkoba
Politik Nasional
Politik Internasional
Ekonomi Nasional
Ekonomi Internasional

Rabu, 15 Agustus 2007 10:30




Kapanlagi.com - Para tetangga, YA (48), seorang bidan, salah satu tersangka pelaku pengguguran paksa janin dari kandungan (aborsi) yang mengakibatkan Su (21) warga Sumedang-Jawa Barat meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Bandar Lampung, mengaku kaget mengetahui adanya praktek aborsi ilegal itu.
"Wah, nggak nyangka ya, kok ibu bidan tetangga kami itu diam-diam melakukan aborsi seperti itu," ujar seorang ibu, tetangga tersangka aborsi itu, di Bandar Lampung, Rabu.
Menurut dia, sehari-hari, bidan yang juga petugas kesehatan di Lampung Selatan itu tidak menunjukkan tanda-tanda adanya aktivitas aneh yang menjurus pelanggaran hukum di rumahnya sekaligus tempat praktik bidan yang cukup dikenal di lingkungan tersebut.
Apalagi keluarga tersangka yang tinggal di Jl. Pulau Bawean 1, Kelurahan Sukarame I, Kecamatan Sukarame-Bandar Lampung, terutama suaminya, dikenal sebagai keluarga "baik-baik" dan cukup pandai bergaul dengan warga sekitarnya.
Beberapa tetangga tersangka itu mengaku kaget dan seperti tidak percaya atas kejadian yang menimpa salah satu tetangga mereka yang telah diamankan polisi atas tuduhan melakukan aborsi terhadap perempuan yang hamil sebelum menikah (kehamilan tidak diiinginkan) yang berusaha menggugurkan janin dalam kandungannya secara paksa menggunakan jasa bidan tersebut.
Namun para tetangga itu sangat tidak setuju dengan perbuatan yang dilakukan salah satu warga mereka, sehingga berharap polisi dapat memproses hukum sebagaimana mestinya. Apalagi berdasarkan pemeriksaan polisi, disebut-sebut perbuatan itu tidak hanya sekali ini dilakukan.
Bidan itu, bersama beberapa tersangka lainnya, kini sedang menjalani proses pemeriksaan di Poltabes Bandar Lampung.
Kasus aborsi yang dilakukan para perempuan, khususnya yang hamil di luar nikah atau mengalami Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) di Lampung telah beberapa kali terjadi dan menimbulkan korban perempuan yang menjalani aborsi itu meninggal dunia sehingga pelakunya harus menjalani proses hukum.
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung sebelumnya telah mengingatkan kecenderungan peningkatan kasus KTD yang berakhir aborsi tidak aman, dengan meminta bantuan kepada dukun beranak maupun tenaga medis yang berpraktek ilegal lainnya.
Praktik aborsi kepada dukun beranak dan yang lain, tanpa melalui pendekatan medis yang benar, dinilai sangat beresiko yang menimbulkan kematian dan akibat buruk dalam jangka panjang bagi perempuan yang melakukan aborsi tersebut.
Namun ditengarai, aborsi juga menjadi pilihan bukan hanya bagi perempuan yang mengalami kehamilan di luar nikah tapi juga para istri sah yang mengalami kehamilan lagi dan tidak ingin meneruskan kehamilan itu dengan berbagai alasan, baik ekonomi, sosial, psikologis maupun kesehatan.
Hingga kini Indonesia masih melarang adanya praktik aborsi dan menganggap tindakan itu ilegal serta melanggar hukum dengan alasan apapun. (*/cax)

Polisi Bongkar Jaringan Praktek Aborsi

HEADING TOP CLOSED TOP READ
Jum'at, 29 Januari 2010 02:19 wib
SHARE START
SHARE CLOSED
TOP READ CLOSE READ
Sejumlah peralatan aborsi yang disita polisi saat menggerebek salah satu klinik aborsi di Jakarta (Foto: Koran SI)                    
Smejulah peralatan aborsi yang disita polisi saat menggerebek salah satu klinik aborsi di Jakarta (Foto: Koran SI)
KLATEN - Jajaran Kepolisian Resort (Polres) Klaten, Jawa Tengah, berhasil membongkar praktek aborsi ilegal di wilayah hukumnya. Tiga tersangka yang diduga terlibat dalam kasus ini digiring polisi.

Mereka adalah Yunita Endah Setyowati (21), warga Dusun Semanding, Desa Sendangrejo, Kacematan Baturetno, Kabupaten Wonogiri, Dwi Wahyu Putri (49), bidan di salah satu Rumah Sakit (RS) milik pemerintah di Kabupaten Klaten, warga Kampung Ngepos, Kalurahan Klaten Tengah. Tersangka lainnya adalah Effendi Fauqi Anas (24), warga Perumda, Desa Gergunung, Kecamatan Klaten Utara.

Kasus ini bermula dari laporan warga yang curiga terhadap prosesi pemakaman di Tempat Pemakam Umum (TPU) Alas Kethu, Dusun Seneng, Kelurahan Giriwono, Wonogiri Sabtu 9 Januari lalu sekira pukul 12.00 WIB.

Laporan tersebut diterima oleh Polres Wonogiri. Saat itu juga petugas langsung menurunkan anggotanya ke lapangan dab mengamankan beberapa orang pelaku pemakaman, termasuk salah satu tersangka Yunita, ke Mapolres Wonogiri.

Setelah diperiksa secara intensif, Yunita mengaku bahwa yang dikuburkan adalah janinnya. Janin tersebut adalah hasil aborsi yang dilakukan di Klaten beberapa hari sebelumnya.

Dari pengakuan tersangka yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan polisi, aborsi dilakukan oleh seorang bidan bernama Dwi Wahyu Putri. Tempatnya di rumah sang bidan yaitu di Gang Unta No. 4 Ngepos Kelurahan/Kecamatan Klaten Tengah, Kamis 7 Januari lalu sekira pukul 19.00 WIB. Yunita dan Dwi berkenalan lewat seorang perantara bernama Effendi dan Lekso Sambodo.

"Karena wilayah hukumnya ada di Polres Klaten, maka kasus ini dilimpahkan pada kami," Kasatreskrim Polres Klaten, AKP Edy Suranta Sitepu, saat gelar perkara di kantornya kamis (28/01/10).

Untuk pengusutan kasus tersebut polisi juga telah membongkar kuburan bayi di Hutan Kethu, untuk keperluan visum. Kepada penyidik, Yunita mengemukakan latar belakang tindakan aborsi itu. Dirinya selama ini menjalin hubungan dengan dengan Andika M Saifuddin sejak 2008 lalu dan akhirnya berbuah kehamilan. Karena sang pacar tidak mau bertanggung jawab, Yunita merasa depresi dan memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya.

Dia meminta kepada tersangka lain, M Effendi dan Lekso Sambodo mencarikan orang yang mau menggugurkan kehamilannya hingga mengarah ke tersangka lain, yakni bidan Dwi.

''Mendapati keterangan itu, anggota langsung menangkap bidan tanggal 21 Januari,'' kata Kasat Reskrim. Setelah itu polisi memburu Effendi di rumahnya dan ditangkap. Hanya saja Lekso saat digerebek di rumahnya tak ditemukan dan hingga kini dinyatakan buron.

Semenetara itu, Yunita mengaku menyesal telah melakukan aborsi. Namun dirinya bingung dan kalut jika keluarganya mengatahui dirinya hamil diluar nikah. “Saya menyesal,” ujanya lirih.

Ketiganya tersangka dijerat dengan pasal 80 yat 1 UURI No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan atau pasal 346 KUHP dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

(Nazarudin Latief/Koran SI/ded)



Sembilan Belas Bencana Akibat Aborsi

10:08 pm Artikel, Fatwa



Sembilan Belas Bencana Akibat Aborsi

PENGERTIAN aborsi (pengguguran janin) setidaknya terbagi ke dalam dua pemahaman besar, yaitu abortus spontan dan abortus provokatus (kini lebih dikenal dengan nama induced abortion atau procured abortion). Abortus spontan dalam bahasa awamnya biasa disebut dengan keguguran. Sedangkan abortus provokatus adalah upaya menggugurkan kandungan dengan cara-cara tertentu dan disengaja.
Abortus provokatus terbagi dua kategori. Pertama, abortus provokatus medisinalis (atau disebut juga abortus terapeutik). Kedua, abortus provokatus kriminalis.
Abortus provokatus medisinalis dilakukan oleh dokter ahli kandungan di lembaga (klinik atau Rumah Sakit) yang resmi, ada alasan medis dan alasan non medis (dalam rangka menolong atau menyelamatkan jiwa si ibu hamil), ada surat persetujuan keluarga, ada konseling psikologi dan keagamaan baik sebelum maupun sesudah aborsi.
Sedangkan abortus provokatus kriminalis, dilakukan bukan oleh ahlinya, tanpa alasan medis, menyalahi etika kedokteran, dan sebagainya. Meski pelakunya seorang dokter ahli, namun bila melanggar etika kedokteran, dan tanpa ada indikasi medis, serta tidak mengantongi izin praktek, maka abortus semacam ini tetap dikategorikan sebagai abortus provokatus kriminalis, sebagaimana terjadi baru-baru ini di Jakarta.

Kasus Warakas Jakarta Utara

Sebagaimana diberitakan berbagai media massa, pada tanggal 22 Januari 2009 lalu, aparat kepolisian sebuah tempat praktek dokter yang diduga (dan kemudian terbukti) menjadi tempat berlangsungnya abortus provokatus kriminalis.
Disebut kriminalis, karena izin praktek yang dimiliki yayasan tersebut adalah praktek dokter umum bukan kebidanan. Kedua, meski pelakunya beralasan bahwa pada umumnya yang mereka layani adalah pasangan suami isteri namun belum tentu ada alasan medis yang tepat.
Dari penggerebekan yang dilakukan polisi, beberapa pelaku abortus provokatus kriminalis ditangkap, di antaranya pasangan suami istri. Mereka adalah pasangan dokter umum dan bidan yang sudah beroperasi sejak 1987 di Jl Warakas I No 17 RT 03/RW 01, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Namun baru ketahuan melakukan aborsi ilegal sejak 17 Januari 2009, padahal lokasi praktek mereka berada di tengah-tengah pemukiman padat, dan berjarak hanya sekitar 200 meter dari Mapolsek Tanjung Priok.
Pasiennya selain berasal dari Jakarta, juga berasal dari berbagai tempat seperti Bekasi dan Tangerang. Dengan biaya Rp 1,5 juta pasien bisa mendapatkan pelayanan pengguguran kandungan di tempat praktek dokter itu. Tempat ini menjadi terkenal berkat ‘promosi’ dari mulut ke mulut alias gethok tular.

Dari Dokter Gigi Hingga Dukun

Praktek aborsi ilegal (abortus provokatus kriminalis) juga dilakukan oleh seorang dokter gigi. Hal ini pernah terjadi di Denpasar, Bali. Pelakunya bernama I Ketut Arik Wiantara (38). Praktek ilegalnya terbongkar setelah jatuh korban bernama Ni Komang Asih (30), yang meninggal dunia sehari setelah menggugurkan kandungan di tempat praktek aborsi ilegal di Jl Tukad Petanu, Gang Gelatik, Denpasar, pada Sabtu 15 November 2008. Korban meninggal dunia di RSUP Sanglah, Denpasar, Minggu 16 November karena mengalami pendarahan akibat luka robek di rahim. (detiknews Senin, 17/11/2008 14:37 WIB).
Ni Komang Asih hamil akibat dari hubungan zinanya dengan Suartama yang telah beristri. Suartama kemudian mengajak korban menggugurkan kandungannya di tempat praktek I Ketut Arik Wiantara.
Dokter gigi I Ketut Arik Wiantara beberapa tahun lalu sudah membuka praktik aborsi ilegal dan pernah divonis dua tahun penjara PN Denpasar pada tahun 2005. Setahun setelah menghirup udara bebas, ia kembali membuka praktik aborsi ilegal di tempat yang sama.
Di Jakarta, praktek abortus provokatus kriminalis dilakoni seorang dukun urut bernama Kokom (56). Salah satu ‘pasiennya’ adalah Fitriani Arrazi alias Anny (17), siswi SMKN 9, Jalan Gedong Panjang, Jakarta Barat. Saat itu ia hamil 22,5 minggu akibat berzina dengan pacarnya bernama Suryadi (21).
Selama hamil, tidak ada yang tahu keadaannya yang sudah berbadan dua itu, termasuk teman-temannya di sekolah. Karena, setiap ke sekolah Anny selalu menutupi perutnya yang semakin membesar itu dengan mengenakan jaket. Namun, ia cemas akan diberhentikan dari sekolah bila ketahuan sedang hamil (di luar nikah). Maka, Anny pun menerima saran pacarnya untuk menggugurkan kandungan.
Proses pengguguran kandungan berjalan mulus, sampai akhirnya pada tanggal 6 April 2008 Rimin (45) dan Abdul Rasyid (32) warga Jl Mangga Besar XIIIA Mangga Dua Selatan Jakarta Pusat, mencium bau amis yang menyengat. Keduanya kemudian mencari sumber bau menyengat tadi. Ternyata, aroma menyengat itu berasal dari gundukan tanah di tepi sungai. Setelah digali, ada janin bayi yang masih berdarah beserta ari-arinya.
Maka, Rimin dan Abdul Rasyid pun segera melaporkan temuannya itu kepada warga sekitar, dan diteruskan dengan melaporkan ke Polsek Sawah Besar. Berdasarkan temuan tersebut, polisi melakukan penyidikan. Akhirnya, pada dini hari 9 April 2008 polisi menciduk Anny dan Suryadi, yang sedang berada di rumah Anny yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari tempat penguburan janin. Berdasarkan hasil visum, diketahui bayi dipaksa untuk keluar hingga janin mati.
Berdasarkan rasa kemanusiaan dan mengingat pelaku masih berstatus pelajar, kepolisian memutuskan untuk tidak menjebloskan Anny ke dalam tahanan. Namun, Suryadi dan dukun urut Kokom ditahan hingga proses hukum selesai. Beruntung nyawa Anny tidak melayang bersama sang janin. Praktek abortus provokatus kriminalis memang sangat riskan, ibarat menjemput maut.
Hal tersebut terjadi pada diri Novila Sutiana (21) warga Dusun Gegeran, Desa Sukorejo, Kabupaten Ponorogo. Novila berpacaran dengan Santoso (38) warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri, yang masih tergolong pamannya sendiri, dan melakukan perzinaan. Ketika usia kehamilan Novila berusia 5 minggu, mereka mendatangi seorang bidan bernama Endang Purwatiningsih (40) di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri, untuk melakukan aborsi.
Sejak 14 Mei 2008, mereka melakukan konsultasi dan pembicaraan mendetail dengan bidan Endang. Akhirnya dicapai kesepakatan, aborsi dilakukan 17 Mei 2008 dengan biaya sebesar Rp 2 juta. Proses aborsi dilakukan bidan di klinik tempatnya bekerja yang sekaligus rumah tinggalnya.
Ketika itu, bidan Endang menyuntikkan sesuatu di bagian kiri bokong Novila. Selang satu jam, sang bidan kembali menyuntikkan vitamin ke bagian kanan bokong Novila. Maksudnya, agar cepat mengalami kontraksi dan janin dalam kandungan Novila dapat keluar dengan sendirinya. Namun perkiraan bidan meleset. Hingga beberapa jam kemudian Novila tak kunjung mengalami kontraksi. Akibatnya, Novila meninggalkan lokasi klinik bidan dan berkunjung ke rumah sahabatnya di Desa Plosoklaten.
Di tengah perjalanan tepatnya di Kecamatan Puncu, Novila muntah darah dan pingsan di jalan. Tentu saja hal ini membuat Santoso (pacar Novila) panik dan kembali menghubungi sang bidan. Atas rujukan bidan dan pertolongan warga, Novila dilarikan ke RSUD Pelem Pare, namun di tengah perawatan korban meninggal dunia. (detiknews Minggu, 18/05/2008 10:44 WIB)

Persoalan Serius

Menurut Fatni Sulani, Direktur Dinas Kesehatan Anak Departemen Kesehatan, kasus aborsi di Indonesia merupakan persoalan serius, karena jumlah aborsi yang terdata jauh lebih sedikit dibandingkan angka sebenarnya. Merujuk hasil penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO) sampai pertangahan 2008, sekitar 2,5 juta perempuan Indonesia melakukan aborsi. Dan 60 persen di antaranya dilakukan dengan cara tidak aman. Menurut Prof. Dr H. Jurnalis Uddin, P.AK, Guru Besar Universitas YARSI Jakarta, praktik aborsi di Indonesia tetap tinggi setiap tahunnya, data tersebut belum termasuk kasus aborsi yang dilakukan di jalur non medis (dukun).
Menurut Jurnalis, penelitian pada beberapa fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan lembaga kesehatan lainnya menunjukkan bahwa fenomena aborsi di Indonesia perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Dari penelitian WHO diperkirakan 20-60 persen aborsi di Indonesia adalah aborsi disengaja (induced abortion). Penelitian di 10 kota besar dan enam kabupaten di Indonesia memperkirakan sekitar 2 juta kasus aborsi, 50 persennya terjadi di perkotaan.
Kasus aborsi di perkotaan dilakukan secara diam-diam oleh tenaga kesehatan (70%), sedangkan di pedesaan dilakukan oleh dukun (84%). Klien aborsi terbanyak berada pada kisaran usia 20-29 tahun. Masih ada lagi data gelap kasus aborsi, yaitu mereka yang melakukan aborsi tanpa bantuan orang lain, yaitu mereka yang mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Apalagi, obat-obatan tertentu yang bisa digunakan untuk mengugurkan janin ini mudah diperoleh via internet. Ada situs yang memiliki 5 pilihan bahasa, menjual  2 jenis obat keras seharga 55 poundsterling. Bila dikombinasikan, kedua obat tadi digunakan untuk menggugurkan janin berusia lebih dari 9 minggu. Untuk membeli kedua obat keras tersebut, peminat harus mengisi lebih dari 25 pertanyaan menyangkut alasan-alasan mereka ingin melakukan aborsi.






















Polisi Ungkap Praktik Aborsi di Jember

15 Agst 2010 18:04:22| Hukum | Dibaca 351 kali | Penulis : Zumrotun Sholikha
Jember - Jajaran Kepolisian Resor (Polres) Jember berhasil mengungkap praktik aborsi yang dilakukan seorang mantan bidan di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Kasat Reskrim Polres Jember, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Nurhidayat, Minggu, mengatakan awalnya polisi mendapat informasi dari warga tentang seorang mahasiswi yang berinisial ND menguburkan janinnya pascaaborsi.
"Setelah mendapat informasi dari warga, polisi langsung meminta keterangan ND atas perbuatan menggugurkan kandungan itu dan meminta menunjukkan lokasi praktik aborsi," kata Nurhidayat.
ND melakukan aborsi dengan bantuan seorang mantan bidan yang bernama Vike Septaninda di Kecamatan Balung, sehingga polisi langsung menuju ke rumah yang ditunjukkan ND.
"Polisi langsung menggeledah kamar Vike dan menemukan puluhan jarum suntik, tensimeter, antibiotik, sarung tangan, obat xytotect, alat tes pembukaan mulut rahim dan berbagai benda lain yang digunakan untuk aborsi," paparnya.

Ia menjelaskan, identifikasi dan olah tempat kejadian perkara (TKP) dilakukan pada Minggu siang, kemudian polisi menemukan sejumlah barang bukti tambahan seperti bungkusan plastik yang berisi gumpalan darah dan obat untuk menghilangkan bau darah.
"Mantan bidan yang melakukan praktik aborsi dapat dijerat pasal 348 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang aborsi, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara," tuturnya menjelaskan.

Mahasiswi bidan terlibat aborsi

SEMARANG - Polres Klaten berhasil mengungkap kasus aborsi yang melibatkan seorang mahasiswi. Yunita Indah S, 24, mahasiswi, warga Sendang Rejo, Kabupaten Wonogiri, diketahui hamil lima bulan dan diaborsi Dwi Wahyu P, 45, seorang bidan rumah sakit dr Soeradji Tirtonegoro, Klaten. Selain Yunita dan Dwi, polisi juga menjebloskan Muh Efenndi, 25, warga Klaten Utara, di sel tahanan Mapolres Klaten. Effendi bertindak sebagai mediator untuk mengantarkan/ menunjukan ke seorang bidan yakni Dwi Wahyu.
"Kasus tersebut terungkap berawal ketikaYunita saat mengubur-kan bayinya di Pemakaman Umum di Wonogiri diketahui warga dan dilaporkan ke polisi setempat," ungkap Kapolres Klaten AKBP Agus Djaka Santoso, melalui Kasat Reskrim setempat AKP Edy Siranta S, kemairin. Aborsi itu sendiri dilakukan Yunita di tempat kosnya di Desa Buntalan, KlatenTengah. Sedangkan, janin laki-laki yang berhasil digugurkan dan dimakamkan di pemakaman umum di Alas Ketu, Wonogiri. Untuk kelancaran pemeriksaan, sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp 250.000, gunting, dan sejumlah peralatan lain termasuk sisa obat (pil), disita, (suatmadji/aw)